CRITICAL REVIEW
KEGAGALAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT
Seiring dengan dinamika dan kompleksnya tuntutan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah tidak lagi dapat mengklaim dirinya sebagai satu-satunya sumber kekuasaan yang absah. Paradigma pemerintah sebagai a governing process ditandai oleh praktek pemerintahan yang berdasarkan pada konsensus-konsensus etis antara pemimpin dengan masyarakat. Pemerintahan dijalankan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang terbentuk melalui diskusi dan diskursus yang berlangsung dalam ruang publik. Dalam konteks ini, penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik tidak semata-mata didasarkan pada pemerintah, tetapi dituntut adanya keterlibatan seluruh elemen, baik intern birokrasi, maupun masyarakat dan pihak swasta. Pemikiran tersebut hanya akan terwujud manakala pemerintah didekatkan dengan yang diperintah, atau dengan kata lain terjadi desentralisasi dan otonomi daerah.
Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan, adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintah pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik di pemerintah daerah. Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah.
Otonomi Daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang digulirkan oleh Pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan akan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia. Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus direspons dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal.
Kebijakan desentralisasi dan terjadinya reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma sentralistis kearah desentralisasi riel yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada Daerah. Pemberian otonomi ini dimaksudkan khususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta pemberdayaan masyarakat.
Seiring dengan diberlakukannya dan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jika dilakukan pengkajian mendalam atas perlunya perubahan mendasar sistem Pemerintahan Daerah itu, maka pilihan terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya sudah barang tentu diperkirakan dapat menjawab semangat reformasi yang sekarang memang sedang bergulir, lebih dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat, lebih demokratis dan memenuhi kehendak dan aspirasi masyarakat yang menginginkan pelayanan prima dari aparatur birokrasi, transparan dan akuntabilitas. Kondisi nyata saat ini kita masih dalam tahap konsolidasi yang konsentrasinya masih pada penataan urusan/kewenangan, kelembagaan, kepegawaian, aset, keuangan, serta penyesuaian-penyesuaian dalam bentuk regulasi dan lain lain.
Dalam menyikapi kebijakan otonomi daerah dan implementasinya ini perlu segera dilakukan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan yang sesungguhnya adalah terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat sebagaimana mestinya oleh aparatur/birokrasi dalam suatu jaringan kelembagaan yang rasional, yang akan dapat menjawab tantangan pelayanan masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah serta mewujudkan good goverment. Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good government) pada saat ini merupakan prioritas utama dalam penegakkan citra pemerintah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah yang sampai saat ini dianggap masih sangat rendah. Dalam rangka itu, sebagaimana dituangkan dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka tindak lanjutnya diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat dan jelas dan legitimate, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari KKN.
Konsep good goverment sendiri dalam beberapa tahun belakangan ini banyak dibicarakan dalam berbagai konteks dan menjadi issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan pemerintahan dan pelayanan kepada publik. Tuntutan ini sebagai akibat dari pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan dirasakan tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah atau dengan kata lain semakin tidak efektifnya pemerintahan disamping semakin berkembangnya kualitas demokrasi, hak asasi manusia dan partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Jadi ada tekanan untuk mendefinisikan ulang terhadap peran-peran pemerintahan dalam hubungannya dengan masyarakat dan sektor swasta.
Melalui paradigma good goverment sebagai alternatif penyelenggaraan pemerintahan, potensi masing-masing stakeholders dapat diaktualisasikan dalam mengatasi berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, sehingga perlu dijamin perkembangan kreativitas dan aktivitas yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, demokratisasi serta kemandirian Daerah. Seiring dengan adanya keinginan untuk mewujudkan paradigma good goverment tersebut, maka sistem penyelenggaraan pemerintah daerah di era otonomi saat ini, hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi dan pemberdayaan, pelayanan, transparansi dan akuntabilitas, partisipasi, kemitraan, desentralisasi, konsistensi kebijaksanaan dan kepastian hukum.
Dalam mewujudkan good goverment terdapat beberapa hambatan utama dalam kaitannya dengan penegakan hukum, antara lain:
1. Anggapan mengenai korupsi yang dianggap sebagai budaya sehingga sulit untuk dirubah.
2. Masih kurangnya keikutsertaan masyarakat dalam upaya mewujudkan good goverment sehingga hanya menjadi slogan dan hanya menjadi wacana belaka.
Dalam rangka mewujudkan good goverment, hukum tata pemerintahan memegang peranan atau fungsi yang sangat penting, antara lain:
1. Sebagai alat/ sarana untuk memberikan dasar yuridis dan panduan dalam upaya menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dalam praktik operasionalnya, dapat dilakukan dengan cara:
a. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good goverment) pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan semua kegiatan.
b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat.
d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif, dan bertanggung jawab.
e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan.
f. Peningkatan pemberdayaan penyelenggaraan antar dunia usaha dan masyarakat dalam pemberantasan KKN.
2. Sebagai alat/ sarana untuk memberikan dasar yuridis dan panduan dalam upaya
meningkatkan peran serta masyarakat dalam mewujudkan good goverment, terutama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Peran serta masyarakat akan sangat membantu aparat penegak hukum dalam memantau kinerja dan perilaku aparat pemerintahan. Dengan adanya suatu sistem penghargaan bagi peran serta masyarakat yang diatur dalam suatu produk hukum yang mempunyai legitimasi/ terpercaya maka diharapkan peran serta masyarakat akan meningkat.